Google
 

It's Show Time!

Kunjungi juga blogku lain sisi ! "sasana negeriku" dekabagink.multiply.com… titiknadirku.blogspot.com

Senin, 31 Maret 2008

Polemik Penyimpangan Program Sertifikasi Guru

 Polemik Penyimpangan Pelaksanaan Program Sertifikasi
Guru
di Lapangan

Ringkasan:
Peningkatan kualitas pendidikan salah satuya harus
diiringi dengan peningkatan mutu dan kinerja tenaga
pendidik yaitu guru. Peningkatan kualitas guru pun
tidak hanya dituntut pada penguasaan kompetensi saja,
melainkan harus dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan guru sebagai tenaga pendidik di
sekolah-sekolah. Stigma inilah yang menjadi landasan
pelaksanaan program sertifikasi guru oleh pemerintah
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kompetensi guru sebagai tenaga pendidik.. Namun dalam
praktek pelaksanaannya sangat disayangkan sekali bahwa
program tersebut terindikasi oleh adanya
penyimpangan-penyimpangan di lapangan yang dilakukan
oleh pihak guru itu sendiri.

Isi Artikel:
“Ketika kita mengharapkan mawar di taman hidup, ia
malah layu dan mati. Ketika kita mengharapkan rumput
liar di taman mati, ia malah bertumbuh dan
berkembang”. Sebuah puisi kuno Jepang yang kiranya
dapat menggambarkan polemik pelaksanaan sertifikasi
guru di lapangan.
Guru merupakan suatu profesi yang berkontribusi pada
pengabdian. Meskipun demikian guru memiliki peranan
sebagai elemen yang penting dalam mewujudkan kemajuan
dunia pendidikan di negeri ini. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) kita berdasarkan survey yang dilakukan
baik oleh lembaga dalam maupun luar negeri ternyata
menunjukkan suatu representasi yang masih jauh dari
harapan.
Tentu saja kualitas SDM tersebut merupakan cerminan
mutu atau kualitas dunia pendidikan kita sendiri.
Kualitas pendidikan selalu memiliki keberlakuan yang
sejalan dengan kualitas SDM sebagai bentuk produknya.
Kualitas pendidikan yang rendah akan menghasilkan SDM
dengan tingkat kompetensi yang rendah pula. Begitupun
sebaliknya, kualitas pendidikan yang bagus akan
menghasilkan SDM yang bagus pula kualitasnya dan mampu
berdaya saing. Fenomena itulah yang harus dipahami
untuk ditemukan suatu celah sebagai jalan keluarnya.
Kualitas dunia pendidikan di negara kita harus
ditingkatkan baik secara ekstensifikasi maupun
intensifikasi yang salah satunya ialah terkait tenaga
pendidik yaitu guru. Peningkatan dan perbaikan guru
sebagaai tenaga pendidik melalui jalur ekstensifikasi
ialah dengan menambah jumlah angkatan guru, sehingga
tidak ada lagi masalah kurangnya ketersediaan guru
sebagai tenaga pendidik di sekolah-sekolah.
Peningkatan dan perbaikan guru sebagai tenaga pendidik
melalui jalur intensifikasi ialah dengan meningkatkan
mutu atau kualitas guru dalam kompetensi
pembelajarannya.
Peningkatan kualitas guru inipun harus dibarengi
dengan peningkatan kesejahteraan hidupnya. Mengingat
guru masih memiliki tingkat kesejahteraan yang belum
dapat dikatakan layak secara sepenuhnya karena masih
banyak guru hidup dalam kesederhanaan dan
keterbatasan. Kurangnya tingkat kesejahteraan guru ini
mengakibatkan banyak diantara mereka yang tidak hanya
membidangi satu profesi sebagai guru saja. Mereka
mencari mata pencaharian tambahan sebagai usaha
menunjang pendapatan untuk dapat memenuhi tuntutan
kebutuhan hidup.
Mata rantainya adalah guru menjadi tidak fokus dan
kurang maksimal dalam pelaksanaan pembelajarannya di
kelas. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas
kinerja selaku tenaga pendidik yang memiliki tanggung
jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
representasi siswanya sebagai generasi penerus bangsa.
Stigma inilah yang menjadi landasan pelaksanaan
program sertifikasi guru oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan program
sertifikasi guru memiliki arah tujuan yang baik.
Selain untuk meningkatkan kesejahteraan guru, program
ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas daan
kompetensi guru sebagai tenaga pendidik.
Program sertifikasi guru memang belum dapat menghimpun
keikutsertaan semua guru. Hal ini mengingat bahwa
program sertifikasi guru mensyaratkan pemerintah untuk
memberikan tambahan tunjangan profesi sebesar satu
kali gaji pokok. Bisa dibayangkan bahwa bila semua
guru di Indonesia diikutsertakan pada program
sertifikasi guru tanpa suatu seleksi, maka semakin
berat beban APBN kita. Oleh karena itu, disesuaikan
dengan kemampuan APBN, maka dibuat suatu kebijakan
bahwa setiap guru yang mengikuti program sertifikasi
guru harus melalui tahap penyeleksian dengan memenuhi
beberapa persyaratan sebagai kualifikasinya.
Persyaratan penilaian portofolio pun diterapkan
seperti keikusertaan forum ilmiah, karya pengembangan
profesi, pengalaman organisasi pendidikan dan sosial,
penulisan karya ilmiah, ataupun pemenuhan jenjang
kependidikannya.
Tetapi sangat disayangkan bahwa dalam prakteknya,
program sertifikasi guru ini pun banyak terjadi
penyimpangan. Dan ironis sekali bahwa penyimpangan
tersebut dilakukan oleh pihak guru sendiri untuk dapat
lolos demi sebuah tambahan tunjangan profesi sebesar
satu kali gaji pokok.
Penyimpangan-penyimpangan itu meliputi manipulasi data
persyaratan kualifikasi sertifikasi guru, maupun
pemenuhan atau penyetaraan jenjang kependidikan yang
ditempuh. Manipulasi data persyaratan kualifikasi guru
ini adalah dalam bentuk rekayasa dokumen portofolio.
Guru mengajukan suatu penelitian yang pernah dilakukan
ataupun penulisan sebuah karya ilmiah melalui
pengesahan birokrasi sekolah yang kevaliditasannya
masih perlu dipertanyakan. Bahkan tidak menutup
kemungkinan ada praktek guru yang melakukan
pelanggaran dengan ‘menembak’ penelitian karya
orang lain.
Di samping itu, penyimpangan juga rawan terjadi pada
target pemenuhan atau penyetaraan jenjang kependidikan
yang ditempuh oleh guru. Fakta mengatakan bahwa
misalnya guru yang mengikuti program sertifikasi harus
lulusan S-1. Dalam prakteknya untuk mengejar lulusan
dengan predikat sebagai S-1, tidak sedikit guru yang
awalnya lulusan D-2 pun mengikuti program penyetaraan
untuk mendapatkan gelar S-1. Tapi memang di negeri ini
gelarlah yang lebih penting daripada mutu dan kualitas
lulusan. Dengan kata lain, tidak sedikit guru yang
lebih memilih mengikuti program penyetaraan di
perguruan tinggi yang memberikan kemudahan dengan
kualitas yang belum terakreditasi. Hasilnya
perkuliahan hanya beberapa kali, toh ijazah S-1 bisa
diperoleh juga. Yang terpenting adalah lancar membayar
SPP.
Inikah yang diharapkan dari program sertifikasi guru?
Mengapa peningkatan kesejahteraan dan kualitas guru
harus dibayar dengan konsepsi sebuah degradasi
kesadaran dan moral?
Memang tingkat kesejahteraan guru selaku tenaga
pendidik di negara kita bila dibandingkan dengan di
negara lain masih lebih rendah. Bahkan ada guru yang
berstatus belum diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS) menerima gaji dibawah UMR (Upah Minimum
Regional). Tetapi ini bukanlah suatu alasan untuk
melakukan penyimpangan agar lolos dalam program
sertifikasi guru.
Indikasi-indikasi penyimpangan program sertifikasi
guru tersebut sangat tidak diharapkan. Sebagaimana
tujuan diadakannya program sertifikasi guru adalah
untuk meningkaatkan kualitas kesejahteraan guru yang
diiringi dengan upaya meningkatkan kompetensi guru
sebagai tenaga pendidik.
Terlepas dari itu, penyimpangan terhadap program
sertifikasi guru tidak akan pernah terjadi apabila
semua elemen mampu menyambut baik dan menjaga
transparansi dari pelaksanaan kebijakan pemerintah
ini. Kebijakan pemerintah ini harus didukung oleh
segala pihak khususnya partisipasi aktif guru, karena
pada dasarnya program ini berimplikasi langsung pada
perbaikan nasib guru perihal kesejahteraan dan
kompetensinya.
Guru harus mampu menunjukkan kredibilitasnya sebagai
tenaga pendidik dengan ikut menyukseskan program
sertifikasi guru melalui sebuah pertanggungjawaban
moral. Diperlukan suatu konsepsi akan semangat
kebersaingan secara sehat sebagai elemen penyertaan
diri dalam seleksi pelaksanaan program sertifikasi
guru. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan
pemerintah ini kedepannya akan lebih mampu menjaring
semua guru secara keseluruhan untuk ikut masuk dalam
program sertifikasi guru. Hal ini dapat terwujud
apabila kondisi perekonomian negara kita semakin baik
dan stabil dengan representasi APBN yang telah mampu
mencukupi dalam pendanaan. Selain itu, dengan suatu
pertimbangan bahwa sudah sepatutnya apabila
kesejahteraan guru perlu ditingkatkan seiring dengan
upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui aspek
kompetensi pembelajaran dan pengajaran secara
signifikan.

Dian Komalasari
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Surabaya

Tidak ada komentar: